Lokasi kedua adalah sebuah rumah
yang digunakan sebagai pos komando bagi pasukan G.30 S/PKI yang bertugas
menculik para pahlawan revolusi. Seperti biasa aku masuk lebih dulu dengan
merekam beberapa ruangan, ada sebuah ruang tamu yang berisi kursi-kursi, sebuah
kamar dengan ranjang besi yang cukup menyeramkan, ada sebuah lemari tua dengan
cermin, dan juga rumah itu masih memakai lampu minyak yang digantung di atas untuk
menerangi rumah tersebut.
Sebelum meninggalkan lubang tersebut aku juga
menyebutkan beberapa kata untuk sekedar mendoakan para korban yang menjadi
kekejaman PKI, terutama yang disiksa dan dimasukan ke dalam lubang buaya
tersebut, agar mereka diterima disisi Tuhan, agar pengorbanan mereka tidak
sia-sia. Barulah kami pergi melewati rumah yang menjadi pos komando tadi,
melewati jendelanya terlihat jelas wanita dengan kain putih melewati jendela
tersebut karena baju putihnya masih terlihat sedikit ketika hantu tersebut
lewat. Sempat membuatku terkejut hingga langkah kakiku terlihat agak kaku, kami
pun melanjutkan perjalanan menuju rumah yang dijadikan sebagai dapur. Tim ku
yang merekam video tersebut seharusnya menjadi paling depan agar kami tidak
menutupi jalan, namun karena ia sendiri takut untuk masuk, terpaksa aku yang
harus masuk duluan lagi. Dari luar rumah untuk melihat kedalam cukup gelap,
ada sebuah ruangan dimana seorang wanita
sedang duduk diatas ranjang dan mengintip kami. Dengan frontal aku berkata ada
yang sedang duduk, tim kami yang sudah masuk setengah pun mundur keluar. Lalu
aku lah yang memandu dengan sedikit keberanian, karena aku juga masih memiliki
ketakutan. Ruangan demi ruangan kami masuki dengan langkah kaki yang sangat
perlahan, terutama dibagian ruangan paling pojok yang hanya tersinar sedikit
cahaya. Rasa merinding tentu menghantui kita semua, karena sudah terasa banyak
sosok yang memperhatikan kami, perasaanku semakin tidak enak setelah aku
memperkenalkan diri dilubang buaya tadi. Mungkin saja karena perkataan ku tadi,
mereka ingin menunjukkan diri mereka, sehingga mereka lebih mulai sering
terlihat dari pada sebelumnya. Dapur tersebut menjadi tujuan akhir dari lokasi
pertama yang kita masuki, kami bergegas keluar untuk memasuki museum
penghianatan yang sejak tadi menggoda kami untuk masuk.
Gedung yang terlihat besar, dan nama yang menarik tentu membuat kami tidak sabar untuk mengetahui isi di dalam gedung tersebut. Ketika masuk kami disambut dengan sebuah gambar besar tentang kekejaman PKI, gambar tentang pengangkatan jenajah yang sungguh memilukan hati. Mayat-mayat tersebut sudah menjadi besar dan membengkak, kepalanya pun sudah bengkok seperti akan patah. Itu karena saat mereka dilempar ke dalam lubang, yang terlebih dahulu adalah kepalanya, wajar jika banyak kepala yang terlihat agak patah. Ruangan didalam museum terbilang bersih dan nyaman, jaraknya pun berjauh-jauhan sehingga terlihat sangat luas. Untuk pertama kali kami masuk, suasananya tidak menyeramkan.
Setelah kami sudah sampai di pertengahan museum, aku mulai merasakan sesuatu yang membuatku semakin merasa tidak enak badan. Aku merasakan pusing, mual, serta mulai tidak bisa berkonstrasi. Yang ku inginkan hanya berharap rute museum cepat menunjukkan pintu keluar, padahal museumnya tidak terlihat seram sama sekali. Timku ada yang membaca satu per satu penjelasan mengenai patung-patung replika, yang dipajang didalam kaca-kaca untuk menggambarkan kejadiaan pada masa itu. Aku yang seharusnya berperan penuh dalam penelitian ini, malah sama sekali tidak terlalu memperhatikan kejadian-kejadian dimasa itu. Aku hanya melihat patung-patung itu sebentar, lalu meneruskan perjalanan. Ya aku terlihat seperti orang gelisah, karena banyak sekali suara yang menggangguku, bahkan untuk membaca saja aku tidak bisa berkonsentrasi. Suara yang ku dengar adalah suara rintihan, orang-orang berbicara, dan suara aneh yang terdengar seperti suara benda terseret. Aku terlalu takut melihat patung-patung tersebut, setiap kali aku melihatnya, aku selalu terbawa suasana. Makluk-makluk yang menyapaku terlihat menakutkan, ada beberapa yang terlihat wajahnya berdarah. Aku sangat ketakutan, bahkan aku kesulitan menyembunyikan ketakutanku itu didepan timku. Yang sangat membuatku ketakutan adalah terdengarnya langkah kaki yang sangat keras, langkah kaki yang bukan berasal dari 1 orang tetapi banyak. Rasa dihantui yang terasa begitu menakutkan, langkah kaki dan suara-suara membuat suasana semakin menjadi-jadi. Kami terus melanjutan perjalanan sampai tiba di patung yang menggambarkan 7 pahlawan yang tiba-tiba di tangkap oleh orang-orang PKI, ketika mereka masih tidur pada pukul dini hari. Ada sebuah pintu yang berada di dalam kaca, pintu yang menggambarkan pintu kamar dari ruangan salah satu pahlawan tersebut. Disitu aku menatapnya dengan agak lama, memperhatikan ada sesuatu dibalik pintu tersebut. Ketika aku mendekatkan wajahku kekaca untuk memperjelas penglihatanku, tiba-tiba apa yang ku llihat dibalik pintu itu bergerak ke sebelah kanan. Aku tersontak kaget, tubuhku merespon dengan loncatan kebelakang. Lalu timku bertanya mengapa aku begitu, dengan berani aku katakan tidak ada apa-apa, hanya menggerakan tubuh saja. Tetapi ada 1 timku yang memang sedang duduk beristirahat, ternyata ia memperhatikan sejak tadi. Dia pun bertanya mengapa aku begitu terkejut, mau tidak mau aku menjelaskan tentang apa yang aku lihat barusan. Kami duduk sebentar di tangga-tangga dan mengambil beberapa foto, lalu aku bertanya pada timku, apa kalian juga menyium bau? Seperti bau darah. Dan mereka semua mengatakan hal yang sama seperti apa yang aku rasakan. Bau darah yang ku cium, bukan bau darah biasa. Aku tahu percis bau darah ini berasal dari mayat-mayat, karena aku pernah menciumnya dirumah sakit, tepatnya di sekitar kamar mayat. Setelah kami menceritakan bau tersebut, tiba-tiba ada bau melati disertai bau darah yang begitu saja muncul ketika kami masih duduk ditangga. Dengan cepat kami melanjutkan langkah kaki kami, untuk segera menyelesaikan penelitian ini. Sepanjang jalan aku mendengar tangisan, bahkan ada yang berkata “tolong” terdengar samar namun jelas perkataannya. Aku benci dengan suasana seperti ini yang membuatku bingung, dan terlihat seperti orang bodoh.
Di dekat lemari tua dengan cermin ada sosok yang
berlari ke arah luar sesaat ketika kami masuk untuk merekam, didalam kamar ada
sebuah jendela yang terlihat sosok mengintip seperti bayangan hitam. Sejauh ini
aku belum menemukan sosok yang terlihat jelas, karena mereka seperti
menghindari kami. Selesai melihat pos komando tersebut, kami pergi ke sebuah
monumen yang terdiri dari 7 pahlawan untuk melakukan foto dan membuat video.
Didekat monumen sudah terlihat jelas satu tempat yang ramai di kerumuni
orang-orang, sudah pasti itu lubang buayanya. Namun kami sudah 2 kali melewati
lubang tersebut, karena aku belum ingin melihatnya. Selesai berfoto dan membuat
video sekitar 5 menit, barulah kami menuju lubang buaya yang sudah banyak di
lihat orang-orang. karena ada masalah dengan kamera, aku dan 1 timku menunda
dulu untuk melihat lubang tersebut, sehingga timku yang lain lah yang
melihatnya lebih dulu. Ketika sibuk mensetting kamera, ada suara-suara yang
menarikku untuk segera melihat lubang tersebut, berkali-kali aku dibuat tidak
fokus untuk mensetting kamera bersama 1 timku. Akhirnya aku tinggalkan 1 timku
dan pergi menuju lubang tersebut, ketika pertama kali melihatnya rasa merinding
sudah hadir melilit tubuh ini. Lubang buaya yang cukup besar, dipinggirannya
terdapat tanah yang membuat suasana semakin terlihat asli, lalu ditambah lampu
berwarna merah yang dipasang didalam lubang.
Karena batas kami melihat terlalu
jauh sehingga aku tidak bisa melihat ke dalam lubang tersebut, aku pun menyambungkan
tongsis dengan hpku lalu menariknya dengan panjang agar mampu mencapai lubang
tersebut. Dengan modal nekat dan bertaruh hp, aku berani mengambil risiko hanya
untuk merekam agar dapat terlihat dengan jelas isi didalam lubang tersebut. Karena
rasa penasaran yang sangat dalam, aku pun mencoba melihat kedalam tanpa kamera,
dengan sedikit duduk menaiki keramik batas dan terlihat didalam lubang tersebut
ada kawat pembatas, entah untuk menopang lampu atau memang diberi kawat-kawat
seperti itu. Didalam kawat terlihat ada mata besar mengintip, yang membuat ku
jera untuk mengintip lagi, suara orang berbicara juga terdengar dari sekitar
lubang tersebut. Aku sempat melihat ke atas lubang yang terdapat cermin bundar
untuk melihat isi didalam lubang tersebut, namun ketika aku melihatnya,
terlihat sangat samar. Mungkin karena cermin tersebut jarang dibersihkan
sehingga terlihat samar-samar. Yang membuatku bingung, setiap aku datang untuk
melihat apapun, orang-orang disekitar kami pergi meninggalkan kami, padahal
jelas tadi sangat ramai disekitar lubang buaya. Lalu dirumah yang berisi patung
tadi, juga menjadi tidak ada orang setelah aku dan tim datang.
Gedung yang terlihat besar, dan nama yang menarik tentu membuat kami tidak sabar untuk mengetahui isi di dalam gedung tersebut. Ketika masuk kami disambut dengan sebuah gambar besar tentang kekejaman PKI, gambar tentang pengangkatan jenajah yang sungguh memilukan hati. Mayat-mayat tersebut sudah menjadi besar dan membengkak, kepalanya pun sudah bengkok seperti akan patah. Itu karena saat mereka dilempar ke dalam lubang, yang terlebih dahulu adalah kepalanya, wajar jika banyak kepala yang terlihat agak patah. Ruangan didalam museum terbilang bersih dan nyaman, jaraknya pun berjauh-jauhan sehingga terlihat sangat luas. Untuk pertama kali kami masuk, suasananya tidak menyeramkan.
Setelah kami sudah sampai di pertengahan museum, aku mulai merasakan sesuatu yang membuatku semakin merasa tidak enak badan. Aku merasakan pusing, mual, serta mulai tidak bisa berkonstrasi. Yang ku inginkan hanya berharap rute museum cepat menunjukkan pintu keluar, padahal museumnya tidak terlihat seram sama sekali. Timku ada yang membaca satu per satu penjelasan mengenai patung-patung replika, yang dipajang didalam kaca-kaca untuk menggambarkan kejadiaan pada masa itu. Aku yang seharusnya berperan penuh dalam penelitian ini, malah sama sekali tidak terlalu memperhatikan kejadian-kejadian dimasa itu. Aku hanya melihat patung-patung itu sebentar, lalu meneruskan perjalanan. Ya aku terlihat seperti orang gelisah, karena banyak sekali suara yang menggangguku, bahkan untuk membaca saja aku tidak bisa berkonsentrasi. Suara yang ku dengar adalah suara rintihan, orang-orang berbicara, dan suara aneh yang terdengar seperti suara benda terseret. Aku terlalu takut melihat patung-patung tersebut, setiap kali aku melihatnya, aku selalu terbawa suasana. Makluk-makluk yang menyapaku terlihat menakutkan, ada beberapa yang terlihat wajahnya berdarah. Aku sangat ketakutan, bahkan aku kesulitan menyembunyikan ketakutanku itu didepan timku. Yang sangat membuatku ketakutan adalah terdengarnya langkah kaki yang sangat keras, langkah kaki yang bukan berasal dari 1 orang tetapi banyak. Rasa dihantui yang terasa begitu menakutkan, langkah kaki dan suara-suara membuat suasana semakin menjadi-jadi. Kami terus melanjutan perjalanan sampai tiba di patung yang menggambarkan 7 pahlawan yang tiba-tiba di tangkap oleh orang-orang PKI, ketika mereka masih tidur pada pukul dini hari. Ada sebuah pintu yang berada di dalam kaca, pintu yang menggambarkan pintu kamar dari ruangan salah satu pahlawan tersebut. Disitu aku menatapnya dengan agak lama, memperhatikan ada sesuatu dibalik pintu tersebut. Ketika aku mendekatkan wajahku kekaca untuk memperjelas penglihatanku, tiba-tiba apa yang ku llihat dibalik pintu itu bergerak ke sebelah kanan. Aku tersontak kaget, tubuhku merespon dengan loncatan kebelakang. Lalu timku bertanya mengapa aku begitu, dengan berani aku katakan tidak ada apa-apa, hanya menggerakan tubuh saja. Tetapi ada 1 timku yang memang sedang duduk beristirahat, ternyata ia memperhatikan sejak tadi. Dia pun bertanya mengapa aku begitu terkejut, mau tidak mau aku menjelaskan tentang apa yang aku lihat barusan. Kami duduk sebentar di tangga-tangga dan mengambil beberapa foto, lalu aku bertanya pada timku, apa kalian juga menyium bau? Seperti bau darah. Dan mereka semua mengatakan hal yang sama seperti apa yang aku rasakan. Bau darah yang ku cium, bukan bau darah biasa. Aku tahu percis bau darah ini berasal dari mayat-mayat, karena aku pernah menciumnya dirumah sakit, tepatnya di sekitar kamar mayat. Setelah kami menceritakan bau tersebut, tiba-tiba ada bau melati disertai bau darah yang begitu saja muncul ketika kami masih duduk ditangga. Dengan cepat kami melanjutkan langkah kaki kami, untuk segera menyelesaikan penelitian ini. Sepanjang jalan aku mendengar tangisan, bahkan ada yang berkata “tolong” terdengar samar namun jelas perkataannya. Aku benci dengan suasana seperti ini yang membuatku bingung, dan terlihat seperti orang bodoh.
Masih berlanjut ke part 3 yah, thankyou untuk kalian semua yang setia membaca ceritaku. Karena beberapa dari kalian banyak yang penasaran tentang diriku, kalian bisa cari tau di Instagram official (cellagolden) ^^
Comments
Post a Comment